Agen Poker Terpercaya - Mengatur Irama Rupiah dan Suku Bunga Acuan di Tahun Politik

Agen Poker Terpercaya - Mengatur Irama Rupiah dan Suku Bunga Acuan di Tahun Politik

 Agen Poker Terpercaya - Mengatur Irama Rupiah dan Suku Bunga Acuan di Tahun Politik

Agen Poker TerpercayaSelepas Februari 2018, nilai tukar rupiah tergolek lesu di kisaran Rp13.700 per dolar Amerika Serikat (AS). Sentimen negatif menjelang pengumuman suku bunga acuan bank sentral AS Federal Reserve (The Fed) kala itu diyakini sebagai penyebab utama.

Dalam pidatonya 27 Februari lalu, Gubernur The Fed Jerome Powell memberi sinyal tegas terkait rencana menaikkan suku bunga (fed rate) sebanyak tiga kali tahun ini. Hal itu membawa kekhawatiran bahwa investor yang berada di Indonesia akan memindahkan dananya ke pusat investasi dunia tersebut dan 'memukul' nilai tukar rupiah.

Sebelum The Fed benar-benar mengumumkan fed rate, Bank Indonesia (BI) rupanya beraksi sigap dengan melakukan intervensi rupiah melalui guyuran cadangan devisa (cadev) ke pasar keuangan. Sayangnya, cadev yang digelontorkan saat itu belum terlalu besar hingga tak mampu mendongkrak rupiah secara signifikan.

Dalam perkembangannya, ketika The Fed sah mengerek fed rate 25 basispoin ke level 1,5-1,75 persen, Bank Indonesia malah menahan suku bunga acuannya (7 Days Reverse Repo Rate/7DRRR) tetap di level 4,25 persen.

Padahal, para pelaku ekonomi berharap BI menaikkan suku bunga untuk mengimbangi tekanan kebijakan The Fed dan menjaga rupiah agar tak terpuruk karena dampak keluarnya dana asing (capital outflow).

Ekonom Rizal Ramli menilai kebijakan itu diambil sebagai bentuk kehati-hatian seiring momentum hajatan politik yang dihelatkan pada 2018 dan 2019. Menurut dia, bank sentral mempertimbangkan bahwa menaikkan suku bunga saat ini merupakan kebijakan tak populis.

"Pemerintah ini sudah jelang Pemilu, dia tidak mau suku bunga itu dinaikkan. Makanya wanti-wanti (BI), tapi memang ada waktunya tiga bulan harus dinaikkan," ujarnya.

Di sisi lain, Ekonom Univesitas Atmajaya Antonius Prasetyantoko menganggap BI memang masih punya ruang untuk mempertahankan suku bunga. "Karena dampaknya masih netral (dari The Fed ke BI), sehingga belum perlu menaikkan suku bunga," ucapnya, Senin (27/3).

Persoalannya, seberapa lama BI harus menahan suku bunga dan langkah apa lagi yang bisa dilakukan untuk menjaga rupiah di saat bersamaan?

Ekonom dari Institute Banking School (IBS) Batara Simatupang menilai setidaknya BI masih bisa menahan suku bunganya hingga ada kepastikan suku bunga acuan The Fed yang dipastikan masih akan naik lagi dalam beberapa bulan ke depan.

"Saya pikir mungkin BI akan menahan setidaknya sampai 2-3 bulan lagi. Apalagi dengan rupiah yang masih lemah, sehingga tidak mungkin (7DRRR) ditahan lebih lama lagi," katanya.

 Agen Poker Terpercaya - Mengatur Irama Rupiah dan Suku Bunga Acuan di Tahun Politik

Bandar Ceme - Artinya, BI bisa saja menahan tingkat suku bunga acuan hingga selesai melepas kepergian Agus D.W Martowardojo dari kursi bos BI-1 dan menanti nahkoda baru untuk menentukan arah bank sentral nasional.

Namun, lepas dari itu, BI dianggap tak bisa lagi menahan suku bunga. "Setelah itu dia harus sesuaikan, kalau tidak, uang panas yang ada di obligasi dan saham bisa keluar," imbuhnya.

Bila tetap bertahan pada level saat ini, tekanan kepada kurs rupiah tentu kian dahsyat. Pasalnya, dana asing berbentuk dolar AS akan kembali ke Negeri Paman Sam dan membuat nilai tukar rupiah terhadap dolar AS kian melemah.

Tekanan Impor dan Inflasi

Penyesuaian suku bunga acuan harus dilakukan lantaran masih ada beberapa faktor yang bisa memperbesar tekanan kepada rupiah. Namun, kali ini tak datang dari pengaruh global, melainkan faktor domestik, yaitu permintaan impor dan inflasi.

Dia memperkirakan impor bisa memberi tekanan karena ketika impor tinggi, BI tentu harus menyiapkan banyak dolar AS untuk keluar dari Tanah Air sebagai alat pembayaran. Bila impor meningkat, tentu cadangan dolar AS di dalam negeri terpakai dan bisa mempengaruhi kurs rupiah.

"Kalau impor meningkat, itu akan memungkinkan bagi BI untuk lebih cepat menyesuaikan suku bunga di dalam negeri," terangnya.

Lalu, inflasi. Nilai tukar rupiah bisa kian 'ambles' bila inflasi meningkat. Nah, menurut Batara, inflasi sendiri memang akan meningkat dalam beberapa waktu ini. Pasalnya, harga Bahan Bakar Minyak (BBM) baru saja mengalami perubahan, misalnya Pertalite yang dinaikkan sebesar Rp200 per liter pada akhir pekan kemarin.

Untuk itu, BI perlu kembali lagi memperhatikan penahanan suku bunga acuannya. Bila tidak dilakukan dalam waktu dekat, tentu diperlukan intervensi melalui cadev agar nilai tukar rupiah tak hanya mengandalkan kondisi pasar yang masih diselimuti dengan ketidakpastian.

Namun, ia melihat, ada batasan cadev yang perlu diperhatikan. Ia memproyeksi, intervensi BI dalam menjaga rupiah tak boleh lebih dari 30 persen dari total cadev yang dimiliki. Pasalnya, porsi cadev tetap harus dijaga untuk menjalankan kebutuhan lain, seperti impor.

"Kalau cadev sudah turun 30 persen dari kondisi saat ini, berarti BI harus berhenti intervensi dan biarkan pasar yang menggerakkan sendiri. Jadi harus diatur iramanya, jangan sampai BI kebobolan," jelasnya.

Ia memproyeksi, rupiah hingga akhir tahun akan tetap berada di kisaran Rp13.800-14.000 per dolar AS. "Dia (rupiah) tidak akan lepas lebih dari Rp15.000 per dolar AS," pungkasnya.

Post By : PokerAstro

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.